Stories

Dua Kali Skak Mat

Cukup lama saya tidak lagi berceloteh disini. Ada kiranya satu setengah bulan yang lalu saya sedikit berbagi. Itupun hanya sebatas kutipan isi hati yang sangat mengganjal, jadi kudu diluapkan disini. Hehe

Dan kali ini saya rasa adalah suatu momen yang pas untuk kembali bercerita. Setidaknya kegiatan sehari-hari saya yang tidak lagi semuanya bisa direkam lewat tulisan. Tempo hari tepatnya pada Senin (30/3), kembali saya mendapat direct hit dari seorang dosen berinisial Atun. (Iyaa ini sungguh inisial)

Ia adalah seorang dosen dari kelas Dasar Desain Arsitektur 2 yang sudah berumur. Kurang lebih sudah mengabdikan dirinya sekita 40 tahun mengajar di Jurusan Arsitektur ITS. Jadi bisa dibayangkan sendiri kira-kira berapa umur beliau sekarang. Dengan umur segitu, ia dikenal seorang yang sangat kritis. Asal nyeplos. Dan berbicara apa adanya. Sesuai fakta.

Seperti halnya yang terjadi pada saya. Hari itu, saya sangat kebingungan sebab tidak ada lagi baju yang lolos kualifikasi sebagai pakaian standar kuliah. Yang ada hanyalah tumpukan baju kaos oblong yang sudah usang warnanya. Kemeja, polo, dan pakain standar kuliah yang saya miliki sudah semuanya terkategori sebagai tumpukan pakain kotor siap untuk di-laundry,

Jadilah akhirnya saya menyiasati untuk memakai baju satu-satunya tersebut (Kaos, red) dengan dikombinasikan dengan memakai luaran berupa jaket hoodie. Sehingga, tampak dalam saya tidak akan terliha oleh siapapun terkecuali berupa jaket. Sesampainya di kampus, semuanya tampak aman-aman saja.

Hingga pada pukul 10.00 WIB waktu dimana Kota Surabaya sedang panas-panasnya. Kebetulan dosen yang ditunggu belum kelihatan batang hidungnya. Akhirnya saya lepas jaket yang menjadi penyebab sumuk dan gerah tersebut. Wuih, memang enak pakai kaos. Apalagi setelah itu saya yang sedang berada di kursi kelompok saya, kemudian berpindah ke kelompok lain untuk sekedar mengobrol.

Selang beberapa saat, niatnya hanya mengobrol berlanjut ke aktivitas menonton film di laptop. Dan pakai headset pula! Tidak sampai sepuluh menit. Jreng Jreng!

“Kak, itu pak Atun!” bisik chie, seorang teman perempuan yang duduk dibelakang saya.

Saya belum sadar seketika itu. Terlebih sejurus pandangan saya, tidak terlihat seorang dosen pun karena memang saat itu saya sedang duduk menghadap papan tulis. Namun seketika saya menoleh ke belakang. Sosok itu! Benar ternyata, ia benar ada! Sontak saya dengan sigapnya menarik jaket yang saya simpulkan di kursi untuk kembali saya kenakan. Dan berdiri kembali ke singgasana kelompok saya.

Satu menit, dua menit, hingga menit kelima semua tampak aman. Tidak ada suara. Tidak ada cercaan, bahkan makian. Setelah dosen-dosen lain bermunculan, pak Rabbani, pak Andy, dan bu Colli, baru pak Atun yang mengambil alih microfone untuk bersuara.

Apa yang saya pikirkan ternyata kejadian juga. Mulanya ia membahas tentang kesopanan secara general, lalu etika berpakain, setelahnya larangan memakai kaos oblong, dan klimaksnya tentang kaos yang dipadukan jaket! Plak! SKAK MAT! (Dari 94 mahasiswa yang ada di kelas, seketika semua mata tertuju pada saya)

Kurang lebih beginilah ucapan beliau,

“Saya heran di kampus sebesar ITS ini masih ada saja mahasiswa yang etikanya kurang dalam berpakaian. Anda kalau datang ke acara kondangan dengan menggunakan kaos oblong, kira-kira pantes gak? Bisa-bisa dikira melecehkan pengantennya. Kami ini juga para dosen bisa saja kalau mau pakai baju seenaknya. Lah kalian ini yang masih mahasiswa masa tidak tahu cara berpakaian yang bener? Saya juga punya kaos tapi tahu tempat dan waktu pakainya kapan. Saya make kaos kalau di rumah pas mau tidur. Lah ini dipakai buat kuliah, malahan ditutupin jaket pula. Jaket itu buat ngelindungin dari panas atau dingin, bukan buat di ruangan seperti ini. Heran saya,” ujarnya.

SKAK MAT!

Memang ia tidak secara eksplisit menunjuk saya sebagai pelaku. Namun, itu sudah cukup membuat saya untuk mengaku bersalah. Sebab, tidak ada yang lain yang melakukan hal serupa. Terkecuali yang juga memakai jaket saat kelas namun tidak memakai kaos.

“It’s a direct hit!” ucap hanif, teman satu kelompok saya di DDA 2.

Kampret memang. Ini kali keduanya saya kepergok memakai pakaian yang dilarang di lingkup ITS. Setelah sebelumya pernah tertangkap basah juga saat masih semester satu. Dan dengan dosen yang sama pula, pak atun! :”

Di akhir, ia mewanti-wanti mahasiswanya secara keseluruhan untuk tidak lagi seperti itu. Jika ketahuan, maka akan disuruh pulang dan tidak boleh mengikuti perkuliahan. Baiklah, mungkin mulai sekarang saya harus menyetok lebih banyak baju polo atau kemeja lagi. Bu, pak, minta duitnyaaa :”

Leave a Reply

%d bloggers like this: