Belajar Enam Bahasa Asing Sekaligus
Banyak hal yang telah berubah di blog personal saya ini, mulai dari bahasa yang sok-sokan keminggris, sampai ketiadaan psotingan baru hingga berbulan-bulan lamanya.
Sampai pada ketika saya menerima invoice masuk di akun gmail saya yang tidak lain adalah dari Rumahweb. Ini kok tagihan muncul terus? Apakah jangan-jangan selama ini saya hanya menjadi donator Rumahweb? (Ini gak di-endorse ya!)
Sebagai pengguna layanan yang rutin bayar tagihan hosting dan domain tiap tahunnya, yang tentu akumulasi rupiahnya tidak sedikit, bisa dibilang blog ini sebenarnya lebih berat di ongkos ketimbang sumbangsihnya di pendapatan adsense. Hehe. Menilik ke belakang, terakhir kali ada issued payment dari Google Adsense saya adalah 2019 lalu. Yasudah lah, semoga kali ini menjadi titik mulai baru bagi saya untuk bisa konsisten lagi dalam menulis. Syukur-syukur kalo nanti ada cuannya.
Sejak awal 2020, beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, ada satu kegiatan rutin yang saya coba terapkan setiap harinya. Kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu memakan banyak waktu, hanya saja membutuhkan niat yang kuat untuk memulai.
Baca juga: Belajar Menjadi Pengemudi, Bukan Penumpang
Apa tuh?
Belajar bahasa asing secara daring.
Sebagai mantan-calon-anak-kelas-bahasa yang akhirnya menyimpang jadi anak IPA, saya punya pengalaman mencicipi beberapa aplikasi/media pembelajaran bahasa asing. Sebut saja Rosetta Stone, Pimsleur, Duolinggo, Taptalk, hingga Memrise.
Bahasa asing yang dipelajari pun beragam, sampai detik ini, saya sudah pernah merasakan belajar bahasa inggris, jepang, jerman, spanyol, portugis, dan yang terakhir bahasa prancis. Lalu apakah kemudian saya bisa dianggap sudah ahli di beberapa Bahasa asing di atas? Oh tentu tidak. Apalagi kalau belajarnya langsung enam bahasa asing sekaligus, dijamin akan mumet sendiri seperti saya. Hehe.
Bahkan pernah di blog ini juga saya berbagi pengalaman belajar kanji dengan kepercayaan diri yang luar biasa, dan tentu saja, per hari ini, saya sudah lupa semuanya. Not to mention, kenekatan saya ikut tes JLPT N5 yang berujung gagal total.
Karena memang, untuk mencapai level fluent, banyak proses dan mungkin pengorbanan yang harus saya lakukan untuk benar-benar bisa menguasainya. And to be honest, dalam proses pembelajaran ini pun saya banyak absennya.
Baca juga: Membaca Mimpi dari Ujung Benua Eropa
Dari Rosetta Stone hingga Memrise
Dulu banget, sekitar awal 2010, rosetta stone ini sangat amat helpful. Bahan ajarnya pun sangat kepake di dunia nyata, beda sama textbook yang di sekolah yang kalau diaplikasikan di dunia nyata sangat kentara formalnya.
In the last few months, dari semua aplikasi yang saya sebutkan di atas, tinggal memrise yang masih saya andalkan. Khususnya untuk me-refresh kosakata bahasa portugis yang dulu pernah saya pelajari dan gunakan ketika masih di Portugal. Karena jujur aja, dulu itu belajar bahasa portugis ini penuh perjuangan banget. Jadi sayang aja kalau tiba-tiba menguap ilmunya kan.
Sempat juga mencoba duolingo, yang saya rasa cukup bagus, terlebih komunitas yang dibangun oleh user-nya yang menjadi tempat diskusi serta pemecahan masalah dalam belajar bahasa asing. Cuman pada akhirnya saya tidak lanjut menggunakan duolingo karena bahasa portugis yang digunakan adalah portugis brasil, bukan european portuguese dan ini bikin telinga saya agak kurang familiar.
Selain portugis, bahasa asing lain yang saat ini intens saya pelajari adalah prancis dan spanyol. Bisa dibilang, dua bahasa ini gampang-gampang susah. Gampang karena mereka ini masih masuk rumpun bahasa latin, susahnya adalah karena mirip-mirip jadi gak jarang ketuker artinya satu sama lain. Hehe.
Bagian paling menyebalkan lainnya, adalah pronunciation bahasa prancis yang naujubillah susahnya. But I’m on my way to that. Thanks to Youtube yang ngasih banyak banget learning resources.
Satu yang pasti, jangan maruk ketika belajar sesuatu, one step at a time. Hehe.
Baca juga: Tiga Hari Menyusuri Sudut Kota Munich