Sastra

Dua Jemari

Kugoreskan cerita ini, tak lewat dari sebuah kertas pucat nan lusam. Bersama dirinya diatas gurun berbayung kasih sayang menggapai mimpi, berjam-jam, ku luangkan waktu. Tuk mengerti, tak ada yang mudah dilalui, berbatu, berliku, sampai pada sebuah persimpangan, ah bingung.. Menapaki strukturnya, menikmati dirinya. Hei, rasa cinta, kepunahan akan sebuah harapan, Ya! Punah tetap punah, ikrar manusia ditentang sang kuasa. Pembodohan manusiawi, terjepit bumi, disebuah pojok kelas ku terdiam. Meghela nafas, menanti lepas, bernafas. Inginku, tak mungkin, akh, letakkanlah saja disana temui aku di sudut kelas tempatku termangu. Tempatku berjejak menamparinya, kelemahanku, kekuatannya. Kharisma pancaran kasih, membuatku tersandung meja, akh sakit. Ini, itu, semua, hanyalah mimpi disaatku terbangun dari lamunanku, pukul 14:00 Jam pelajaran Fisika Di sekolahku kemaren.

 

Okey, Inilah, nasib sajak kampungan yang tersingkir dari Singgasananya:

 

Dua Jemari

karya: Muhammad Ridha Tantowi

Jemala jemu terus saja menjala

Lewat selebaran, disitu bertahtakan tinta

Dengan para madah diantara sang jemari

Berkoar tuk berikrar tiada henti

Seketika, lelatu kecil menggubah perciknya

Kepada api, berkobar dengan mahanya

Meniti sampan sampai sempana, dimana?

Kumandang lumrah, kuasa sang bedebah

Morat-marit tonggak jemari gersang

Berbaur lolongan khas perawan

Tak berdaya, tersia-sia

Perangai dua jemari kian menyela

Dan, sorak bebenah pun terperanjat naik

Melaung ngilu hanya terpojok

Inilah, peranti kematian buah jemari

Tinggal sejengkal terhunus dada, menjadi binasa

 

 

 

Bagaimana menurut kalian?

Leave a Reply

%d bloggers like this: