Perjuangan Bertahan Hidup Mahasiswa Bidikmisi di Surabaya
Sebagai mahasiwa yang tak biasa, saya inshaaAllah akan menyelesaikan kuliah dalam kurun waktu lima tahun. Bebas sih kalo pada mau bilang molor, ngaret, telat, apapun bebas, karenanya intinya sama yakni saya belum bisa ditakdirkan lulus di durasi umumnya mahasiswa sarjana kebanyakan. Hehe.
Nah, sebagai mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi pula, saya hanya berhak menerima beasiswa maksimal selama empat tahun. Kalau molor, ya konsekuensinya ga akan ada uang mengucur lagi setiap enam bulan sekali. *SAD*
Itu berarti, saya harus berjuang keras mikirin uang kosan, makan, dan kebutuhan lainnya. Beruntungnya, ITS masih mau bayarin UKT (Uang Kuliah Tunggal, red) saya hehe. Yah, lebih dari lumayan lah karena ga semua orang seberuntung saya yang bisa kuliah dan dapat beasiswa begini.
Kalau dipikir-pikir, meskipun dapat beasiswa bidikmisi, saya tetap harus berjuang keras untuk bisa survive di Surabaya. Maklum, dengan uang bulanan Rp.600 ribu hanya cukup untuk bayar sewa kamar kos. Sisa keperluan lain otomatis harus diusahakan sendiri, menyoal uang makan, hiburan, dan lain-lain.
Jika dirinci, kira-kira begini:
1. Sewa Kos
Standar tarif kosan perbulan di Surabaya untuk laki-laki dengan fasilitas seadanya rata-rata berada di angka Rp.500 ribu.
Fasilitas yang dimaksud berupa kamar dengan kamar mandi bersama, satu single bed, meja, kursi, dan almari kecil. Ukuran kamarnya biasanya tidak lebih dari 12 meter persegi.
Untuk perempuan biasanya harganya sedikit lebih mahal. Karena seperti yang kita tahu, spesifikasi kamar untuk perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan kamar mahasiswa laki-laki.
Di tahun pertama saya kuliah, saat itu harga sewa kamar kos saya Rp.300 ribu. Itu empat tahun yang lalu. Seiring adanya kenaikan harga sana sini, sekarang harganya sewa perbulannya sudah sampai di angka Rp.450 ribu.
Jika tidak kuat dengan kamar tanpa air conditioner, siap-siap saja untuk keluar uang sekitar Rp.800 ribu hingga Rp.1 juta. Belum ditambah biaya listrik yang biasanya memakai token sendiri.
2. Makan
Biaya makan tentu bervariasi tergantung jenis makanan, tempat makannya, dan menyoal porsi. Standarnya, biaya satu kali makan di warteg atau di warung penyerang adalah Rp.10-15 ribu. Belum ditambah minum lho ya. Syukur-syukur kalau bawa Tumblr sendiri karena kadang ada tempat makan yang ngasih air putih gratis. XD
3. Telekomunikasi
Kebutuhan wajib untuk mahasiswa agar selalu stay connected. Walau penggunaan fitur telepon dan SMS sudah tidak semasif dulu, tapi tetep aja yang namanya pulsa itu hukumnya wajib, apalagi buat beli paket data internet.
Di pasaran, harga 1 Gigabyte internet berkisar di angka Rp.20-30 ribu. Untuk jangka waktu satu bulan dengan pemakaian normal paling tidak dibutuhkan sekitar 5 Gigabyte. Jadi, satu bulan kurang lebih bisa menghabiskan Rp.100 ribu untuk keperluan komunikasi ini.
4. Uang Buku & Biaya Tugas
Secara tidak sadar, selain harus bayar uang kuliah, mahasiwa juga kudu mengeluarkan biaya lain. Misalnya saja untuk biaya print tugas, beli buku, beli alat praktek dan lain sebagainya.
Di kasus saya sebagai mahasiswa arsitektur, selain harus mencetak hasil desain, setiap semesternya saya juga menghabiskan ratusan ribu untuk beli bahan maket. Tapi memang sifatnya tidak menentu. Kadang diminta maket kecil, tapi kadang juga diminta untuk membuat maket dalam skala besar yang pastinya biayanya lebih banyak.
Dalam kurun waktu satu semester, kira-kira bisa memakan biaya sekitar Rp.500 ribu. Bahkan bisa lebih. Mengingat di arsitektur ITS kalau nyetak tugas itu seringnya di kertas A2 ke atas. Hiks.
5. Kesehatan
Sebagai seorang yang tidak memiliki BPJS Kesehatan, saya benar-benar mengantisipasi agar jangan sakit. Karena kalau udah ketemu dokter, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
Pernah dulu ketika diserang tipus, saya dirujuk ke Rumah Sakit Haji di Surabaya. Sekali visit saat itu saya kalau tidak salah menghabiskan sekitar Rp.200 ribu beserta obatnya.
Untuk biaya di Pasaran kecamatan sedikit lebih murah. Biaya administrasinya hanya sekitar Rp.20 ribu. Tapi ya begitu, antriannya biasa sangat panjang.
Bagi mahasiswa seperti saya, uang segitu gede euy hehe. Makanya sebelum diserang maag akut, selalu sedia Mylanta ahaha. Mencegah lebih baik daripada mengobati kan?
6. Transportasi
Di tiga semester pertama perkuliahan, mobilisasi saya seringnya jalan kaki, atau beberapa kali menggunakan sepeda hasil pinjaman. Lumayan capek sih. Cuman inilah cara agar bisa hemat. Lagipula saat itu saya belum ada motor.
Menginjak semester empat, saudara saya dapat rejeki yang akhirnya bisa dibelikan motor bekas. Harganya saat itu kalau tidak salah Rp.5 juta. Motor ini dipakai sampai selesai semester 6. Yup hanya tiga semester saja. Karena di awal semester tujuh, motor ini harus saya jual sebagai tambahan uang jajan saat menjadi student exchange di Porto, Portugal pada 2017 lalu hehe.
Sepulangnya dari Porto, saya kembali menggunakan kaki saya untuk keperluan mobilisasi. Beruntungnya, ada sepeda angin bekas dulu, better than nothing lah.
Setiap minggunya, saya bisa menyisihkan kurang lebih Rp.20 ribu untuk bensin. Ini untuk mobilisasi normal. Belum jika ada survei dan aktivitas yang jarak tempuhnya jauh. Siap-siap jika harus keluar uang lebih buat bensin.
7. Printilan Produk Habis Pakai
Hampir kelupaan, ternyata barang-barang kecil ini harganya lumayan. Ayo tebak apa? Pasta gigi, sabun, shampoo, pembersih wajah, parfum, obat nyamuk, dll. Walaupun bukan pengeluaran harian, tapi tetep aja harus ada budget khusus untuk ini.
Kalau dihitung-hitung, paling tidak saya harus ngeluarin Rp.100 ribu per bulan untuk ini. Tapi lagi-lagi tergantung dari gaya hidup dan merek produk yang digunakan.
8. Hiburan
Bagian ini yang menurut saya yang paling mengkhawatirkan. Misalnya saja kebutuhan hiburan seperti nonton di bioskop, karaoke, makan di shopping mall, nongkrong di cafe kece, nonton konser musik, jalan-jalan ke luar kota, dll.
Kalo ngeliat teman-teman mahasiswa lain, termasuk saya sendiri kadang, budaya hiburan ini sangatlah sebuah pemborosan. Bayangkan saja, sekali nonton di bioskop itu Rp.30 ribu (weekday) dan Rp.40 ribu (weekend). Itu baru untuk satu film, gimana kalau ada lebih dari satu film yang keluar di bulan yang sama? Hmm.
Tapi saya sendiri tipe mahasiswa yang jarang nonton. Uang hiburan saya lebih banyak dipake buat makan enak atau jalan-jalan ke luar. Tapi tetap ada batasannya setiap bulan.
Nah sekarang mari kita bikin detail biayanya:
- Sewa kamar kos: Rp.450 ribu
- Makan: Rp.15 ribu x 3 x 30 = Rp. 1,35 juta
- Telekomunikasi: Rp.100 ribu
- Biaya Tugas: Rp.100 ribu (per bulan)
- Transportasi: Rp.80 ribu (per bulan)
- Kesehatan: Rp.20 ribu
- Produk habis pakai: Rp.100 ribu
- Hiburan: Rp.90 ribu
Totalnya: Rp.2.290.000
Bayangin, dengan hanya mengandalkan uang beasiswa bidikmisi, seorang mahasiswa dijamin tidak akan bisa bertahan hidup. Hehe. Rincian pengeluaran mahasiwa di atas belum termasuk biaya mendadak lainnya, entah ada iuran angkatan, kecelakaan, beli baju baru, atau sekadar beli tambahan kuota. Ckck.
Walaupun begitu, saya punya tips agar mahasiswa bisa berhemat. See you to the next post!
One Comment
Reza Andrian
Menyoal telekomunikasi, dalam sebulan budget yang gue keluarkan untuk telekomunikasi ini 59rb. Itu udah dapet kuota 5GB internet dan 5GB khusus untuk Youtube. Enggak pernah lebih besar dari itu karena pemakaian gue enggak banyak banget.
Hiburan dulu gue dalam sebulan bisa ngeluarin sampai 400ribu dalam sebulan. Semenjak semester tiga kemarin gue udah mulai kurang-kurangin nyari hiburan di luar dan dialihkan dengan aktivitas lain semisal baca buku, nonton youtube, atau nongkrong bareng temen di Lawson/Indomaret.
Jadi mahasiswa apalagi yang perantau memang harus belajar mengatur keuangan sih biar enggak terjadi pemborosan. Apalagi yang tinggalnya di Kota Besar, gengsinya harus diturunin tuh hehe