Stories

Perjuangan Ke Eropa Gratis Lewat ISWI 2019

Akhir mei hingga juni 2019, saya berkesempatan mengunjungi eropa kembali, tepatnya di Jerman, selama dua minggu lamanya. Banyak hal yang ingin saya ceritakan, mulai persiapan keberangkatan, aktivitas selama program, hingga pasca program. Tapi keadaan sedang tidak memungkinkan saat itu,  tertunda hingga kini. Berhubung sekarang lagi banyak waktu luang, maka cerita tentang ISWI 2019 ini akan terbagi ke dalam beberapa bagian.

Program ini bernama International Student Week in Ilmenau atau akrab dikenal dengan ISWI. Program dua tahunan ini pada mulanya membuka pendaftaran pada Oktober 2018 lalu dan pengumuman keluar tiga bulan setelahnya.

Surat penerimaan (acceptance letter) ISWI 2019

Intensi awal sebenarnya hanya iseng. Karena setelah pulang dari eropa agustus lalu, hidup saya rasanya berbeda. Selain tidak ada lagi ‘jalan-jalan gratis’, kewajiban menyelesaikan Tugas Akhir juga jadi bayang-bayang saat itu.

Setelah mendapatkan email penerimaan pun, saya masih belum seratus persen yakin untuk berangkat. Ketiadaan urgensi, hingga ketidakmampuan secara finansial jadi alasannya. Lalu, bagaimana ceritanya kok akhirnya bisa berangkat?

Baca juga: Kuliah Gratis di Eropa dengan Beasiswa Erasmus

Saat itu akhir februari, saya disibukkan dengan berbagai kegiatan. Selain Tugas Akhir, ITS Online, penulisan buku, proyek dosen, hingga seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) berperan menambah beban pikiran. Belum lagi, urusan pencarian dana untuk berangkat ke Jerman yang tidak kunjung digarap.

Beberapa berjalan mulus, tapi beberapa lainnya tentu saja gagal, PPAN contohnya. Selain gagal menjadi kandidat utama, handphone sebagai alat komunikasi utama dan satu-satunya saat itu turut raib entah kemana. Bisa dibilang, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tapi gak masalah, karena pengorbanan akan selalu hadir membersamai perjuangan.

Tidak berhenti di situ, masalah kembali muncul dalam pengerjaan proyek buku dan Tugas Akhir yang masih belum jelas visualisasi konsepnya. Sembari mencari penyelesaiannya, proposal beserta surat-menyuratnya pun saya kebut pengerjaannya.

Setelah melewati proses di birokrasi yang cukup melelahkan, tiga minggu setelahnya, tepatnya akhir maret, kabar melegakan datang. Pihak ITS ternyata bersedia membantu membiayai perjalanan saya untuk ISWI ini. Walau nominalnya tidak penuh, bantuan yang bersumber dari Ikatan Keluarga Orang Tua Mahasiswa (IKOMA) dan Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITS ini semakin meyakinkan langkah saya untuk optimistis bisa berangkat.

Kebutuhan utama pesyarat kebarangkatan adalah tiket PP, visa, dan tentu uang saku. Perihal akomodasi ketika di Jerman sudah ditanggung oleh panitia ISWI. Nah, setelah dihitung-hitung, uang dari kampus ini hanya mampu meng-cover tiket pesawat PP. Untuk kebutuhan la innya? Masih belum jelas.

Baca juga: Pengalaman Kuliah Singkat Gratis Ke Luar Negeri

Proposal pun masih coba saya layangkan ke beberapa perusahan dan instansi, tapi hasilnya nihil. Karena memang waktunya mepet. Beruntung, ada kenalan dosen yang berbaik hati memberikan bantuan dana pribadinya. Alhamdulillah. Bahkan visa schengen pun, yang semula biayanya sekitar satu juta lebih, jadi hanya bayar 260 ribu saja sebagai biaya pemprosesan di VFS Kuningan Jakarta. Cerita lebih detil mengenai pengajuan aplikasi VISA Jerman akan dibahas di postingan terpisah.

Setelah selesai dipusingkan dengan biaya, lama waktu selesainya visa schengen ini juga bikin was-was. Dari janji yang semula hanya satu minggu, ternyata visanya baru selesai tiga hari menjelang keberangkatan. Alhasil, sesegera mungkin tiket pesawat Jakarta-Zurich, Amsterdam-Jakarta yang sedari kemarin dipantengin dari Turkish Airline pun sudah dipesan.

Tiket pesawat turkish airline ke Zurich

Dua hari menjelang keberangkatan, saya yang masih di Surabaya cukup dibuat pusing. Karena satu hari sebelum keberangkatan ke Zurich lewat CGK, saya dihadapkan dengan Pameran Tugas Akhir yang harus berjibaku dengan gambar, maket, dan presentasi. Belum lagi ditambah saat itu adalah bulan ramadhan yang rasa-rasanya energi terkuras banyak tiap detiknya.

Selesai urusan perkuliahan di sore hari, kereta kertajaya relasi Surabaya Pasar Turi-Jakarata Pasar Senen pun siap membawa saya di malam harinya. Saya berangkat dengan koper penuh berisi indomie hasil berburu sehari sebelumnya. Dengan ukuran koper yang di atas rata-rata, kehadiran saya di kereta ekonomi ini nampaknya cukup menyusahkan. Hingga posisi satu-satunya yang memungkinkan untuk menaruh koper ini adalah di bordes kereta.

Perjalanan kurang lebih 12 jam terasa tidak begitu lama lantaran saya yang cukup pulas terlelap. Rasa lelah setelah pameran tugas akhir dan persiapan keberangkatan serasa menumpuk di hari keberangkatan ini. Di Jakarta, saya tidak sendirian, ada Melisa dan Cika yang juga akan berangkat dengan pesawat yang sama.

Wajah-wajah ketika transit di Istanbul, Turki sebelum menuju Zurich

Susah gak dapat Visa Jerman dari VFS? Cara dapat tambahan pendanaan? Bagaimana rasanya naik Turkish Airline? Apa saja yang menarik dari ISWI 2019? Ditunggu di postingan selanjutnya ya.

Hall Kota Zurich, Swiss di pagi hari

4 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: