Puncak Eksploitasi Diri
Sudah terlampau lama rasanya, jari-jari mungil ini tak lagi dapat menari di atas papan-papan hitam kecil pencetak huruf yang bersusun membentuk kata. Terlampau berbeda di kala hampir dua bulan lalu, saya berjanji tuk bisa rutin menuangkan beragam cerita, walau seringkali tak bermakna, tapi kini omongan tersebut hanyalah sekedar janji.
Kehidupan nyata tidak sepenuhnya mendukung guna tetap bisa survive di dunia kedua ini. Kata orang, “Ngurusin hidup beneran aja beum beres, gimana mau hidup di dunia maya,”seperti itulah kira-kira. Ada banyak hal dan pekerjaan di dunia nyata yang memang harus saya kejar dan selesaikan. Sering ada niatan untuk sebentar meluangan waktu, tapi sering pula ada yang mengintervensi waktu tersebut. Ada saja.
Sekarang, saya bisa kembali menulis. Menulis untuk diri sendiri. Sekedar membagikan kisah hidup, lewat kumpulan kata-kata sederhana. Sebab, saya bukanlah penulis. Saya hanya seseorang yang gemar menulis dikala waktu, perasaa, dan kondisi mendukung. Profesi sebagai jurnalis pun, tidak lain dan bukan adalah karena tuntunan agar profesional. Sesekali, meski di suatu hari sedang ada liputan, saya malah terlambat merampungkan beritanya atau malah mangkir.
Prinsip saya, setiap detik yang dihabiskan dalam hidup haruslah berarti. Karenanya, mungkin ini yang akhirnya membuat saya selalu urung untuk menggoreskan tulisan, bahkan sedikit catatan. Selain harus fokus akademik yang sangat menyita waktu saya belakangan ini, adalah karena berbagai kegiatan organisasi. Absen menulis dalam rentang waktu yang lama membuat saya harus menghabiskan berjam-jam guna meneluran satu tulisan. Itulah alasannya kira-kira.
Tulisan yang sedang anda baca sekarang pun tidak lain adalah bentuk saya dalam mengeksploitasi diri. Puncak dari prosses eksploitasi ini adalah kemarin Sabtu, 10/10, rupanya badan mungil ini sudah tidak sanggup lagi menahan paksaan yang ada. Bukan produktivitas yag didapat, malahan demam dan kepala yang sakitnya bukan main. Padahal di agenda, hari ini, Minggu (11/10) saya harusnya ikut pergi ke Lamongan untuk suatu hal. Namun, apa daya, untuk berdiri saja sulit. Hanya mampu berbaring di kamar indekos berukuran 3×3 ini. Sesekali bersandar, hingga tersadar bahwasanya sehat itu mahal.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya:
1.Setiap hari selalu berangkat pagi pukul 7.00 (Kuliah selalu masuk jam segini) dan pulang malam minimal pukul 09.00
2.Makan biasanya hanya satu kali sehari. Biasanya, hanya waktu jam makan siang. Malamnya ada niatan untuk makan, namun karena sudah terlalu lelah, malah ketiduran.
3.Terlalu memforsir diri untuk menghadiri kegiatan-kegiatan, walau hasilnya mbulet dan tidak produktif.
4.Tubuh rentan sakit. Dengan berat badan di bawah rata-rata, tidak dipungkiri sulit untuk selalu bugar. Yang ada malah sering mengalami pusing dan lemas.
5.Panik. Sederhananya, saya termasuk orang yang suka panikan. Jadi, mau tidak mau, pasti selalu kepikiran sama sesuatu. Yang lama kelamaan jadi beban, dan beban hidup.
6.Sering begadang. Benar kata Zaha Hadid “If you want an easy life, don’t be an architect,” terlebih kalau beberapa hari lagi pengumpulan. Saya bahkan tidak tidur sama sekali sebab paginya harus kuliah lagi. Daripada kebablasan, lebih baik tidur di kelasnya kan :’)
Sudahlah. Sekian dulu. Doakan cepet fit lagi ya! :’)
*NB
Ini pun masih termasuk bentuk eksploitasi diri, masih sakit ya sempet-sempetya nulis. Hiks
9 Comments
Ais elkirami
Waw …. ternyata dangsanak yang satu ini kalau nulis puitis juga yah! hoho hidup itu sederhana saja kawan, nikmati dan jalani sesuatu sesuai apa adanya, memang di detik tertentu kita kadang menuai kejenuhan akan hiruk pikuknya pekikan waktu, tapi tenang seiring siang yang akan berganting dengan kegelapan ..toh! waktu terus terus berputar sebagai fakta, keadaan pun akan berubah sesuai hukum alam. semakin menikmati aktifitas akedemis, jurnalis, penulis dan bla bla bla lain nya Cukur Habis
Lusi
Waaah padahal anakku terobsesi pengin masuk arsitek bbrp tahun lagi. Dia sedang mati2an belajar untuk itu.
Reza Andrian
Udah lama banget ya lo gak nulis, Rid. Lo harus bisa memanajemen waktu untuk kegiatan di dunia nyata dan dunia maya. Jangan di paksain kalo gak sanggup. Cukup share kalo memang ada waktu.
Semoga lekas sembuh, Rid :))
Jefry Dewangga
Hehhehe sering bergadang, memang anak kuliahan itu sering melakukan hal demikian ya, katanya sih tugasnya berjibun, bener kan mas? Apalagi kalau anak kuliahan menjadi seorang blogger, pasti malah lebih sering bergadangnya.
Bintang Yoga
Nggak kebayang kalo saya mah, tetep semangat pokoknya :))
Alris
Yang penting jaga stamina jangan sampai sakit.
Kebayang repotnya mahasiswa arsitetuktur jaman dulu sebelum ada komputer dan program autocad.
Muhammad Ridha Tantowi
wah masnya seorang arsitek ya? Iya, jujur bakal muntah-muntah kalau ga pake autocad mah, Alhamdulillah :’)
Qorisme
Kalau menulis dikala waktu sibuk memang susah masbro, tetapi susah lagi pas senggang bawaannya malas. So dalam menulis, dalam hal ini menulis blog. Alasan sederhana sih banyak banget hal yang mengalihkan perhatian kita pas online.
Saat ini juga saya lagi malas nulis tapi sebisa munggkin ada menulis satu paragraf di jurnal harian (bukan blog), coz dengan menulis jurnal kadang disana lebih ada feel ketika kita menuliskannya dengan tangan sendiri ketimbang mengetik. sifatnya juga lebih personal.
untuk solusi, coba aktif aja nulis jurnal, gak perlu panjang- satu paragraf cukup selain itu coba selalu gunakan teknik mindmapping.
Pingback: