-
Biaya Hidup Tinggal di Eropa, Studi Kasus Porto
Perbedaan mata uang, kondisi ekonomi, dan berbagai faktor lain yang gue sendiri ga tahu, jadi alasan mengapa hidup di luar negeri bagi orang Indonesia kesannya sangat mahal. ”Wah enak ya tinggal di luar negeri,” pikir gue yang kemudian bayang-bayang tersebut seketika sirna pas tahu kalo semuanya serba mahal di Eropa. Tapi sebenarnya, mahal atau murah itu relatif. Kalo bagi masyarakat Indonesia, jelas banget harus kerja keras untuk bisa ke luar negeri dengan standar gaji di Indonesia. Tarif sekali makan di Zurich misalnya, bisa untuk makan selama satu minggu di Indonesia (Di warteg, hehe). Air botol kemasan aja seharga 3CHF atau 45.000IDR. Bisa dibayangin betapa tingginya biaya hidup di Eropa. Tapi…
-
Begini Rasanya Musim Dingin di Porto, Portugal
Penghujung bulan Februari kemarin seharusnya musim dingin atau kerennya winter udah kelar sih. Tapi sekarang udah masuk awal maret dan sebagian besar negara-negara di kawasan eropa masih diliputi salju. Sama halnya seperti di Porto, di sini turun salju juga cuman dalam bentuk cair dan tidak dalam kristal es. Ahaha maksud gue hujan. Sudah hampir dua minggu Porto diguyur hujan setiap hari berturut-turut. Mending sih kalo hujan doang, tapi ini sama petir dan hembusan anginnya dahsyat banget. Indonesia terkenal dengan negara yang cuacanya cenderung selalu bersahabat. Kalaupun ekstrim paling terjadi sesekali. Nah di sini, parah sih, gue aja kemarin keluar kosan pas mau ke kampus hampir terbang saking kuatnya tiupan anginnya…
-
Kenalkan Indonesia sampai Portugal
Sudah dua bulan lamanya saya tinggal di Porto, Portugal, sebuah kota kecil nan eksotis di sisi paling barat Benua Eropa. Hingga pada Rabu (20/11) lalu adalah pengalaman pertama kalinya saya menapakkan kaki di salah satu sekolah umum di sini. Sama halnya seperti sekolah negeri pada umumnya di Indonesia, Escola Secundária Carolina Michaëlis (Sekolah Menengah Pertama) ramai dengan anak-anak hingga remaja beragam usia. Namun ada pemandangan yang paling membedakan dengan sekolah di Indonesia di mana siswa-siswi di Portugal tidak memiliki seragam khusus layaknya di Indonesia. Semua tampak sederhana dengan pakaian masing-masing, sembari sesekali melemparkan senyum manis tatkala saya melewati gerbang sekolah. Seolah-olah mereka sedang menyaksikan pemandangan langka dengan kedatangan ‘bule’ dari…
-
Apa Kabar Nalar dan Naluri
Semakin hari rasanya Porto semakin dingin saja. Tak perlu lagi menunggu pukul delapan malam untuk matahari kembali ke peraduannya. Karena matahari yang selalu dirindukanini harus pulang lebih cepat dari biasanya. Setidaknya lebih cepat ketimbang saat pertama kali jejak kaki menghias jalan setapak kota porto. Pekat malam kota kecil ini pun rasanya tak begitu istimewa, setidaknya bagi seorang insan yang hanya mampu berlindung di balik sebuah selimut tebal. Bersandar di tembok putih dengan menatap sebuah gorden hitam putih berpola. Tatapannya pun kosong, tak ada kemeriahan, aroma kebahagiaan ataupun alunan musik. Cukup sepi, hanya ada suara deru mobil berlalu-lalang. Saya tak benar-benar sendiri. Walau tak beraga, setidaknya ada dua insan yang berbeda…
-
Jejak Kaki Pertama di Benua Biru
Goresan merah di atas selembar kertas putih itu masih terpampang jelas. Gue masih ingat betul bagaimana semangatnya gue membuat seratus mimpi itu sebagai bukti bahwa kelak mimpi-mimpi itu akan tercoret habis. Pertanda bahwa gue berhasil menyelesaikan apa yang gue ingin dan akan lakukan. Gak melulu soal mimpi besar, gue juga masih berkutat dengan mimpi-mimpi kecil nan konyol -yang dimata orang lain- mungkin sama sekali tak berfaedah. Gak apa-apa, toh usaha untuk mencapai itu juga punya kita sendiri. Baca juga: Berani Bermimpi Kan? Kali ini, gue masih kembali memutar ingatan bahwasanya tiga tahun yang lalu gue juga punya mimpi besar lain. Kuliah di luar negeri adalah hal yang paling gue idamkan…