Tiga Hari Menyusuri Sudut Kota Munich
Kesan pertama saya ketika menginjakan kaki di Munich adalah menakjubkan. Berbeda jauh dengan Ilmenau, Munich dipenuhi dengan banyak gedung modern dan pencakar langit. Wajar saja, banyak perusahaan besar ternama yang bermarkas di Munich, sebut saja Audi, BMW, Allianz, dll.
Jarum jam menunjukkan pukul 14.00 ketika saya sampai di Munich Central Station (HB). Ada banyak sekali turis di sini, dan tentu saja para gypsy yang patut diwaspadai. Karena sudah capek, saya memutuskan untuk langsung ke hostel saja. Jaraknya yang hanya 2 kilometer memaksa saya yang super pelit ini untuk jalan kaki bersama koper besar saya.
Dari stasiun, saya hanya perlu jalan lurus ke MEININGER Hotel München City Center yang sudah di-book sehari sebelumnya seharga 15 Euro per malam. Tapi selain koper besar tadi, tantangan lainnya adalah jalan menanjak yang cukup tidak manusiawi. Beruntung, udara dingin yang masih bersahabat di Munich tidak membuat saya mandi keringat.
Setelah beres-beres, saya langsung keluar hostel menuju Munich City Center. Kali ini masih edisi jalan kaki, karena kalau dipikir-pikir akan lebih seru jalan kaki karena bisa lebih leluasa mengamati kecantikan kota ini.
Momen terbaik adalah saat matahari mulai terbenam sekitar pukul 21.00 dan saya duduk di sebuah kursi sambil menikmati alunan biola musisi jalanan. Tidak sulit untuk dapat momen ini sebenarnya, karena ada banyak orang-orang yang unjuk talenta di setiap sudut kota, tapi karena saya pecinta biola, ini adalah yang terbaik.
Momen paket lengkap yang tentu tidak bisa saya dapatkan di Indonesia. Hembusan angin yang dingin, arsitektur klasik khas eropa nan cantik, lingkungan yang bersih, ditambah alunan musik dari para musisi jalanan.
Karena semakin malam, munich semakin dingin, saya memutuskan pulang pukul 23.00. Kali ini naik tram karena kaki rasanya sudah mau copot. Tiket untuk satu kali perjalanan adalah 2,9 euro, namun saya membeli single day pass seharga 6,70 euro yang valid 24 jam. Bisa saja sebetulnya jika tidak membeli tiket, namun kita harus siap membayar denda 80 euro jika ketahuan polisi yang bertugas.
Keesokan harinya saya sudah janjian dengan Ala, teman dari ISWI 2019 yang juga sedang berlibur di Munich. Katanya, ia sudah sangat lama ingin ke sini, dan munich adalah kota impiannya. Sederhananya karena ada BMW Museum yang mana ia adalah seorang penyuka dunia otomotif. Tanya saja apapun tentang informasi terkini di dunia otomotif, khususnya perkembangan desain mobil, dipastikan ia akan tahu.
Kita janjian bertemu di Olympia Park, taman yang bersebelahan dengan BMW Museum pukul 09.00. Ada sedikit kesulitan untuk menemukan Ala ini berhubung saya yang hanya mengandalkan wifi gratisan di eropa kali ini. Ada drama nyasar, tapi beberapa saat setelahnya saya berhasil menemukannya.
Sehari penuh waktu saya dihabiskan bersama Ala. Dari mulai menjelajah Olympia Park yang luar biasa besarnya, berfoto-foto di depan mobil-mobil mewah di BMW Welt, sampai berkeliling di Munich City Center. Tapi sayangnya, di sore hari Munich diguyur hujan yang cukup lebat. Akhirnya kita berdua memutuskan shopping saja. Kebetulan persediaan baju sudah habis, sedangkan saya masih punya waktu 4 hari sebelum kepulangan ke Indonesia.
Soal selera lidah, kita masih memiliki perbedaan. Saat itu saya ngebet pengin makan makanan berat, pokoknya bukan burger, salad dan sejenisnya. Akhirnya setelah berdiskusi, saya dan Ala sepakat untuk makan pasta saja. Hehe. Kita pun memesan menu yang sama yakni Spaghetti Bolognese di sebuah restoran khas Italia. Proses pencarian tempat makan ini pun tidak mudah, kita harus menyusuri satu demi satu restoran untuk memastikan kita mendapatkan harga terendah. LOL. At the end, kita dapat di harga 10.5 euro. Ini lebih baik ketimbang di restoran lain yang mematok harga 15-30 euro. Huft.
Kita juga sempat mengunjungi Allianz Arena yang luar biasa megahnya. Walau posisinya lumayan jauh dari pusat kota, tapi ini sangat worth it untuk dikunjungi. Bahkan jika kalian bukan pecinta olahraga sepak bola seperti saya. Cukup menikmati keindahan arsitekturnya saja sudah cukup bagi saya. Bonus jika datang di malam hari, kalian menikmati colorful lighting show yang memendarkan cahaya beraneka warna dari stadion ini.
Tidak mudah untuk sampai ke stadion ini, setelah sampai ke stasiun terdekat yakni Frottmaning Station kita harus masih jalan kaki yang cukup jauh. Hingga saya berkali-kali mengeluh ke Ala karena kaki saya sudah sangat pegal. tapi jawaban Ala bertolak belakang dengan komplain saya ini. “I can walk ten times further than this,” ujarnya. Memang daya tahan saya saja yang lemah sepertinya beda dengan Ala yang tidak pernah mengeluh sama sekali.
Pukul 21.00 kita pun berpisah, Ala kembali ke hostelnya, dan saya kembali ke hostel saya. Walau hanya satu hari, tapi trip bersama keliling kota Munich ini sungguh berkesan. Selain soal jalan-jalan, banyak hal juga yang kita bicarakan, kondisi politik negara masing-masing, hobi, hingga proyeksi karier di masa depan.
Hari ketiga saya di Munich, saya gunakan untuk day trip ke Salzburg, Austria. Ceritanya akan dirilis di postingan yang berbeda. Sedangkan di hari keempat, saya hanya wisata kuliner dan membeli sedikit oleh-oleh sebelum bertolak ke Amsterdam.