Opini,  Stories

Hasil Perkalian Kosong

Ada banyak hal yang gue coba improve dibandingkan tahun kemarin. Salah satu yang sedang gue upayakan adalah membangun budaya membaca buku. Jika selama dua belas bulan di tahun lalu gue cuman bisa menamatkan dua buku, hingga awal bulan ketujuh tahun ini, surprisingly, gue sudah bisa menyelesaikan tujuh buku.

Ada satu bab di satu buku berjudul The Great Mental Model: System & Mathematics karya Shane Parrish yang menarik perhatian gue di mana si penulis membahas mengenai sebuah model perkalian dengan nol. Gue berani bertaruh banyak dari kita pun pasti tahu kalau sesuatu yang dikalikan dengan nol, seberapa besar pun nilai variabelnya, maka ia akan menghasilkan nol pula.

Model ini kemudian coba diposisikan oleh penulis menjadi sudut pandang kehidupan sehari-hari manusia, atau bisa dibilang di luar domain matematika, di mana variabel dalam perkalian tadi dianalogikan sebagai sebuah skill atau kemampuan.

Tidak dipungkiri, di dunia ini, ada banyak sekali kompleksitas sistem yang bersinggungan satu dengan yang lainnya, kalaupun ada anomali, hampir sedikit sekali yang bisa berdiri sendiri. Dalam proses belajar suatu hal, contohnya, kita tidak serta merta dapat mengandalkan kemampuan mencatat atau menghafal rumus saja. Ketika ada banyak parameter tak tentu yang mengontrol bagaimana kita mendemonstrasikan hasil mengapal tadi, maka probabilitas kita akan mendapatkan hasil maksimal juga akan mengecil.

Singkatnya, siapa yang berani bertaruh kalau kita hanya akan diuji hafalannya saja? Siapa yang butuh kemampuan menghafal tanpa mampu memahami konsep, apalagi proses pemecahan masalah dan implementasinya?

Jika kemudian diminta menjelaskan bagaimana rumus tersebut diturunkan, muncul perasaan gugup, pikiran berantakan, hingga kata-kata keluar dari mulut pun rasanya tidak terkoneksi satu sama lain. Maka, hasilnya bisa dipastikan tidak akan maksimal.

Dalam studi kasus tadi, seseorang yang telah belajar dengan sungguh-sungguh, namun tidak bisa mengkomunikasikan pemahamannya dengan baik diibaratkan Shane sebagai seseorang yang sedang menerapkan model perkalian nol ini. Dampaknya, tidak peduli seberapa paham seseorang terhadap materi, jika ia tidak memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni, hasilnya dipastikan akan mendekati nol. Ini artinya, hasil yang didapatkan tidak akan sebanding dengan usaha dan kerja keras yang sudah dicurahkan yang disebabkan pengalinya berupa angka mendekati nol.

Hasil berkaca dari pengalaman masa lampau, gue bisa bilang kalau variabel nol gue adalah kemampuan komunikasi di depan umum. Seberapa pun menguasainya gue tentang sebuah hal, ketika dihadapkan dengan audience yang membludak hingga tidak familiar, rasa-rasanya, nyali gue menciut. Hingga suatu ketika, gue tersadar, root cause dari ketidakbecusan gue dalam menyampaikan sesuatu ini karena kurangnya berlatih.

Tentu tidak semua skills berpotensi menjadi variabel nol yang dimaksud di atas. Bagi gue, berbicara di depan kerumunan orang banyak adalah menyeramkan, namun bisa jadi bagi beberapa orang lainnya, misalnya seorang MC kondang, ini adalah variabel yang menguntungkan mereka jika di-compute ke dalam model tadi. Inilah mengapa menurut Shane, penting bagi setiap individu untuk memetakan variabel yang punya potensi mengancam ini.

Ketika variabel ini sudah ditemukan, langkah selanjutnya adalah untuk mengasah bagaimana kita bisa improve di sini. Namun, berharap skill bisa meningkat drastis tanpa diasah dan dalam waktu yang cepat adalah sebuah kemustahilan. There is no such thing as instant skill.

Gue pribadi adalah seorang sosok yang sering bertanya hal-hal mendasar ke orang lain. Karena gue percaya, gue bisa belajar banyak dari mengetahui perbedaan cara pandang, cara berpikir, hingga prinsip menjalani hidup seseorang. Suatu ketika, di sesi makan siang bersama seorang kawan lama, gue melontarkan sebuah pertanyaan.

“Apa sih yang bikin lo bisa sampai ke posisi sekarang?” tanya gue.

“Kalau boleh bilang, satu hal yang masih bikin gue semangat tinggal dan kerja di Jakarta adalah karena support pacar gue,” ucapnya sambil melempar pandangan ke kerumukan pekerja yang mengantre untuk bayar.

“Ga ada yang lain?” gue berusaha memastikan.

“Sebelumnya ada keluarga, tapi hubungan kita semakin berjarak yang gue juga gak tau penyebabnya,” jelasnya.

Tidak berapa lama, gue denger kabar kalau dia putus. Tebak apa yang terjadi ke temen gue ini? Hidupnya seperti kehilangan arah. Dia teramat terikat dan bergantung pada satu variable yang mana ketika ia kehilangan variable ini, yang value-nya sekarang telah menjadi nol, maka ia akan kehilangan segalanya. Selama berbulan-bulan, ia tak ubahnya seperti manusia yang tak bergairah menjalani hidup.

Hidup terlalu berharga untuk dikorbankan hanya untuk satu hal bernilai kosong.

What’s your zero?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *